Kamis, 17 Desember 2009

OLIVER IN VICTORIAN AGE

Seperti yang telah diketahui bahwa sastra bukanlah suatu hal yang mudah. Hampir di semua buku atau perbincangan selalu mempermasalahkan sastra dan ilmu sastra dimulai dengan masalah: Apa itu sastra?, yang disusul dengan batasan-batasan dan tolak ukurnya. Ada beberapa batasan mengenai sastra yang diantaranya adalah batasan lain tentang sastra misalnya ialah sastra itu merupakan tulisan khayalan dalam arti suatu rekaan. Namun tentu saja batasan ini kurang memuaskan karena kesusastraan Inggris abad ke 17, misalnya tidak hanya meliputi karya-karya William Shakespeare, tetapi sudah banyak meliputi essay-sssay maupun otobiography kehidupan spiritual pengarang.

Dengan demikian, perbedaan antara fakta dan fiksi atau kenyataan dan rekaan tidaklah memecahkan persoalan, karena sepertinya perbeadaan itupun memang merupakan masalah juga. Dalam hal ini perbedaan antara yang bersifat sejarah/histories dan yang bersifat seni/artistic tidak relevan dengan sastra tertentu. Misalnya, dalam kesusastraan inggris abad ke -16 dan ke-17 awal, kata novel rupanya dipakai baik untuk peristiwa yang betul-betul terjadi maupun peristiwa rekaan, bahkan warta berita kadang-kadang tidak dianggap sebagai suatu fakta. Mungkin dulu meditasi teologi dianggap sebagai suatu kenyataan, tetapi sepertinya sekarang oleh banyak pembaca dianggap sebagai karya sastra.

Apalagi bila sastra banyak yang tidak meliputi penulisan fakta, juga tidak memasukka karya fiksi. Apakah ini mengandung implikasi bahwa hi stori, filsafat, dan ilmu pengetahuan alam tidak kreatif dan imajinatif? Namun sastra juga tidak dibatasi dari aspek tersebut tentunya. Sastra mungkin dapat dibatasi tidak Karena sastra itu fiksional ataupun imajinatif, mungkin Karena sastra lebih mengutamakan bahasa dengan cara-cara yang aneh. Dalam hal ini sebagian juga beranggapan bahwa sastra hanyalah tiruan atau gambaran dari kenyataan, oleh sebab itu kurang berarti. Sebenarnya yang harus dicapai bukanlah yang seperti lahirnya nampak pada kita, melainkan ide yang ada di belakangnya. Dengan sendirinya, tiruan kenyataan kurang bernilai dari kenyataan itu sendiri.

Dalam hal ini bisa saja dinyatakan bahwa bersastra merupakan kegiatan manusia untuk menemukan dirinya disamping kegiatan lainnya. Karya sastra yang termasuk karya seni tanggap terhadap kebenaran universal. Fungsi penyair atau pengarang sastra bukanlah untuk melukiskan apa-apa yang sungguh-sungguh terjadi melainkan dapat juga melukiskan apa yang mungkin terjadi. Lain halnya dengan sejarawan yang harus dan hanya menulis apa yang betul-betul terjadi. Jadi ruang lingkup penulisan sastra jauh lebih luas dari penulisan sejarah. Penyair atau pengarang sastra lebih leluasa dalam mengungkapkan kisahnya sendiri, mencipta dunia dirinya sendiri dengan berbagai macam kemungkinannya sendiri.

Sastra mungkin memiliki tujuan dan fungsi tersendiri karena dapat dikatakan sastra apabila dapt bermanfaat dan dinikmati. Bermanfaat Karena pembaca dapat mengambil pelajaran yang berharga dalam membaca karya sastra, yang mungkin bisa menjadi pegangan hidupnya. Mungkin juga karya sastra tersebut mengisahkan hal-hal yang tidak terpuji, tetapi bagaimanapunjuga pembaca masih bisa menarik pelajaran darinya, sebab dalam membaca dan menyimak nya maka pembaca mungkin dapat ingat dan sadar untuk tidak melakukan hal tersebut. Selain itu sastra juga harus memberikan kenikmatan melalui keindahan isi dan gaya bahasanya. Namun yang lebih utama lagi adalah bagaimana si pengarang dapat meyampaikan suatu pesan ataupun kisah dengan baik agar interpretasi si pembaca tidak jauh berbeda dengan apa yang digambarkan oleh si penulis itu sendiri. Jadi dapat dikatakan juga bahwa semua komponen diatas saling berkaitan satu sama lainnya. Entah sastra yang termasuk ke dalam konteks realita maupun hanya sekedar rekaan saja, tapi yang penting bahwa sastra tersebut bisa dijadikan suatu pegangan. Oleh karena itu kedudukan sastra di mata pembaca haruslah dianggap sebagai sesuatu yang dapat dijadikan penilaian bagi dirnya sendiri maupun masyarakat dan lingkungan sekitar khususnya karya sastra yang menggambarkan kejadian atau kisah nyata yang ditulis ulang dalam bentuk karya sastra seperti yang akan saya bahas dalam paper ini yang merupakan karya sastra yang berdasarkan pada realitas atau dapat dikatakan sebagai karya sastra yang dianggap sebagai dokumen social.

Dari uraian diatas, saya sebagai penulis dari paper ini hendak menguraikan atau membahas suatu karya sastra yang lebih mengutamakan realitas. Dalam hal ini maka penulis memilih karya sastra dari penulis ternama yaitu Charles Dicken dengan judul Oliver Twist. Novel ini apabila ditelusuri mungkin dikategorikan sebagai novel yang memberikan banyak kritikan terhadap zaman dimana si penulis hidup dan tinggal. Oliver Twist merupakan salahs atu novel yang menceritakan realitas kehidupan Inggris di masa pemerintahan Ratu Victoria yang diperkirakan sekitar abad ke-18 pada masa revolusi industri terjadi secara besar-besaran. Sebenarnya dalam novel ini kisah yang lebih banyak diceritakan adalah mengenai perjuangan hidup seorang anak yang merupakan anak yatim piatu. Untuk lebih jelasnya lagi, sebelum penulis menguraikan dan membahas novel ini berikut akan sedikit diulas ringkasan cerita dari novel yang berjudul Oliver Twist ini agar penulis pun tidak mereka-reka apa yang ada dalam cerita tersebut. Berikut adalah ringkasan cerita tersebut.

Ringkasan Cerita

Oliver lahir di sebuah tempat penampungan yang sangat kumuh da di penuhi dengan berbagai orang dari berbagai profesi khususnya di kalangan menengah ke bawah. Ketika ia lahir, ibunya kemudian langsung meninggal oleh karena itu oliver menjadi sebatang kara. Oliver pun besar di penampungan tersebut sambil bekerja. Tapi karena suatu kesalahan akhirnya Oliver pun keluar dari tempat tersebut dan tinggal di suatu rumah pengusaha jasa pemakaman. Namun Oliver tidak betah Karena merasa terhina dan selalu dijadikan bahan ejekan salah seorang pekerja disana. Oliver pun kabur tanpa berpikir panjang harus pergi kemana. Dalam perjalanan tersebut akhirnya Oliver berhasil sampai dikota London. Disini, ia bertemu dengan salah seorang teman yang sebenarnya anak dari geng pencopet. Oliver pun sempat tinggal di tempat pencopet tersebut hingga diajak untuk melakukan pencopetan. Ketika melakukan pencopetan, Oliver tidak tahu harus berbuat apa sehingga ketika temanya berhasik mencopet salah seorang korbannya, Oliver pun ketakutan dan ikut lari namun sungguh malang karena akhirnya Oliver pun tertangkap dan diadili di kantor polisi. Seharusnya Oliver dipenjarakan namun ada sorang saksi yang membebaskan Oliver Karena dianggap tidak bersalah. Maka setelah itu pun Oliver tinggal bersama orang yang membantunya terhindar dari jeratan hukum. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena ketika Oliver ditugaskan untuk memberikan beberapa buku ke salah satu rekan, di tengah jalan Oliver malah diculik da dibawa kembali ke tempaat geng copet sebelumnya. Oliver pun mendapat siksaan yang berat. Namun sekali lagi Oliver beruntung karena berkat pertolongan salah seorang teman dari geng tersebut maka Oliver pun berhasil keluar dari tempat tersebut dan tinggal di salah satu keluarga. Tidak lama kemudian geng pencopet pun mengetahui, yang jelas semua orang mengetahui bahwa teryata Oliver merupakan pewaris dari kekayaan ayahnya yang sudah meninggal itu. Konflik pun mulai memanas ketika Oliver menjadi perebutan banyak orang. Dengan berbagai perjuangan yang dilakukan Oliver pada akhirya ia dapat terhindar dari geng pencopet. dan di akhir cerita Oliver pun hidup bahagia dengan warisan kekayaan ayahnya yang kaya raya.

Dari ringkasan cerita diatas penulis pun memiliki suatu interpretasi tersendiri mengenai novel yang ditulis oleh charles Dicken tersebut. Dan sesuai dengan beberapa uraian diatas maka penulis lebih condong dalam menggunakan pendekatan mimetic yang didalamnya terdapat unsur history, sosiologi, maupun psikologi dengan segala aspeknya. Penulis menggunakan pendekatan ini Karena menilai bahwa karya sastra Charles Dicken ini merupakan gambaran realitas yang ada di masa hidupnya dulu entah kisah hidup sang penulis yang melatarbelakangi cerita ini atau mungkin kondisi social yang hendak disampaikan oleh si penulis kepada para pembacanya. Seperti yang telah diketahui sebelumnya dari ringkasan di atas, dapat digambarkan bahwa novel ini memang benar menceritakan realita yang ada di masa hidup si penulis. Novel ini dibuat sekitar abad ke -18 yang berada dimasa pemerintahan ratu Victoria. Hal ini dapat diketahui Karena si penulis lahir di jaman ini dimana anak-anak banyak yang tertindas akibat kemiskinan. Oleh karena itu penulis paper ini mengategorikan ke dalam tiga aspek bahasan yang sesuai dengan apa yang dikatakan dalam pedekatan mimesis bahwa pada dasarnya pendekatan ini menghubungkan karya sastra dengan alam semsesta yang dalam hal ini berkaitan dengan psikologi dan sosiologi dengan segala aspeknya seperti yang telah diuraikan diatas. Dalam hal ini plato berpendapat bahwa hubungan karya sastra dengan mimesis hanyalah sekedar tiruan dan tidak mnghasilkan sesuatu yang sungguh-sungguh. Sehingga seni hanyalah meniru dan membayangka hal yang nampak, jadi berdiri dibaawah kenyataan. Begitu juga dengan novel Oliver Twist yang merupakan gambaran realita di masa itu. Sang penulis yang cenderung sebagai kritikus social ini hendak mengkritik kondisi Inggris pada masa pemerintahan tersebut dengan karya sastra sebagai kritikannya.

Disinilah penulis paper ini berkesempatan untuk menguraikan beberapa analisis yang releven dengan novel tersebut yang masih ada hubungannya juga dengan realita yang terjadi di masa penulis hidup, sehingga terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi penulis paper ini untuk mengkaji lebih dalam lagi terhadap novel ini. Dan latar belakang tersebut diantaranya adalah:

  1. penulis ingin mengetahui apakah novel ini relevan terhadap histories, sosiologis, maupun psikologis yang terjadi di masa sang penulis hidup.
  2. penulis ingin mengetahui tujuan, maksud maupun pesan yang hendak disampaika kepada pembaca apakah termasuk kritikan atau hanya sekedar karya biasa saja.
  3. penulis ingin mengkritisi novel ini dengan lebih detail lagi melalui pendekatan mimesis ini.

Dan dari ketiga latar belakang tersebut maka saya sebagai penulis paper ini memiliki interprtasi tersendiri terhadap apa yang akan dikaji di dalam paper ini. Oleh Karena itu point pertama diatas akan terlebih dahulu penulis kaji sehingga dapat diketahui maksud dan tujuan tersebut. Berikut adalah analisis penulis terhadap novel Oliver Twist yang diambi dari teori mimesis yang menyadurkan tiga aspek.

  1. aspek sejarah

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya di atas bahwa novel ini dibuat di masa pemerintahan Ratu Victoria sekitar abad ke-18 dimana revolusi industri merajalela. Dalam novel ini digambarkan bahwa kemiskinan meraja rela dan perjuangan untuk hidup benar-benar keras. Seperti kisah Oliver Twist yang hidup berpindah-pindah untuk melannjutkan hidupnya mulai dari tempat penampungan tempat kelahirannya hingga pergi ke kota London yang keras yang penuh dengan perjuangan hidup dan lika-likunya. Disini, Oliver bertahan hidup dengan menumpang pada sebuah tempat geng pencopet hingga tinggal di rumah mewah milik salah satu orang kaya di London. Dalam hal ini, sejarah pun mencatat bahwa zaman Victoria merupakan periode perubahan dramatis yang membawa Inggris ke titik tertinggi pembangunan sebagai kekuatan dunia. Pertumbuhan yang pesat terjadi di London namun menujukkan transisi yang dramatis dari cara hidup yang didasarkan pada kepemilikan tanah kepada perekonomian kota modern. Di masa ini Inggris mengalami peningkatan yang sangat besar kekayaannya, tetapi tidak diatur cepat dan industrialisasi justru malah membawa masalah social dan ekonomi. Selain itu, di masa ini revolusi industri tidak hanya menyimpan tragedy tetapi melahirkan dua ideology baru yang bahkan mungkin masih mengikuti perjalanan sejarah manusia hingga kini yang diantaranya adalah Liberalisme yang merupakan bapak dari demokrasi dan kapitalis yaitu duatu ideology yang lahir paska revolusi kemudia yang kedua adalah Modernisasi yang menjadi pondasi dari ideology tersebut yang secara tidak langsung mempengaruhi Eropa dalam berbagai aspek. Ini pun digambarkan dalam novel ini yaitu bahwa menceritakan tentang kisah seorang Oliver Twist yang merupakan seorang anak yatim piatu yang melewati banyak hal yang tak terduga, kesedihan, penderitaan hingga di akhir kisah memiliki kehidupan yang layak. Namun Dicken sepertinya tidak menggambarkan cerita yang sekedar melodrama saja. Tetapi apa yang digambarkan dalam novel ini lebih menceritakan mengenai kebobroka Inggris pada masa itu. Industrialisasi dan produk tanpa henti dan ketamakan ala modernisasi diperlihatkan Dickens melalui perdagangan tenaga kerja murah, yaitu anak-anak di bawah umur. Seperti cerita dalam novel ini yang menceritakan kehidupan Oliver yang berpindah dari tempat penampungan awal menuju tempat penampungan baru karena Oliver dijual hanya dengan harga tidak lebih dari sepuluh poundsterling. Hal yang paling menyedihkan dari gambaran – gambaran di atas adalah bahwa anak-anak dipaksa kerja dengan upah yang murah. Tapi memang Dickens dalam novel ini tidak terlalu menggambarkan kondisi anak yang terlalu mmperihatinkan karena dengan membaca novel ini kita tahu bahwa anak-anak pada masa itu meskipun bila kita pandang tidaklah manusiawi, tetapi hal positif nya adalah bahwa anak-anak tersebut sejak kecil sudah memiliki satu gambaran bahwa untuk mendapatkan spotong roti dan semangkuk sup mereka harus bekerja. Dalam novel ini pun, tokoh protagonist Oliver pun diusianya yang masih muda harus bekerja di tempat penampungan demi mendapatkan semangkuk sup. Dan Karena hal ini juga Oliver dikeluarkan dari tempat penampungan Karena meminta jatah sup kembali dari sebelumnya. Padahal untuk memberi kembali semangkuk sup tidaklah sulit namun sepertinya anak-anak kecil di masa itu sudah belajar mengenai usaha dan kerja keras. Oleh karena itu apa yang didapat merupakan sesuatu yang telah dikerjakan, sehingga sesuai. Dan disinilah tokoh Oliver Twist digambarkan sebagai sosok yang berpikir bahwa jikalau tidak bekerja dengan lebih keras dan giat lagi maka mereka tidak akan hidup.

Selain dari tokoh protagonist Oliver Twist dalam novel ini, terdapat tokoh antagonis yaitu Fagin yang dapat ditelusuri juga melalui sejarah kota London di masa itu. Di dalam novel ini, tokoh Fagin yang digambarkan sebagai criminal pengeksploitasi anak-anak di Londo. Disini sepertinya Charles Dickens menggambarkan Fagin sebagai Yahudi. Gambaran tentang pengeksploitir anak-anakpun berkembang di masa ini. Disini sejarah mencatat juga bahwa kelas criminal di London saat itu adalah orang-orang Yahudi oleh karena itu Charles Dickens membuat tokoh Fagin sebagai seorang Yahudi Karena dalam novel ini Fagin merupakan bos dari geng pencuri yang tinggal di London. Tetapi hal itu juga tidak direka-reka karena apabila kita telusuri fakta criminal di masa itu kita dapat mengetahui ternyata data statistic criminal di London pada tahun 1930 memperlihatkan bahwa orang-orang Yahudi ternyata mengontrol anak-anak pencopet di masa itu. Sehingga apabila dikaji memang benar bahwa novel yang dibuat ini terdapat suatu relevansi terhadap peristiwa yang terjadi di masa itu. Apayang dituliskan oleh di penulis mungkkin hanya sebagian kecil saja yang tak sekedar dari prasangka belaka.

  1. aspek sosiologis

Zaman Victoria sebenarnya merupakan zaman dimana gaya seni, sastra sekolah, dan juga social, politik, dan gerakan-gerakan keagamaan berkembang. Ini sebenarnya merupakan masa kemakmuran, ekspansi kekaisaran yang luas, dan reformasi politik yang besar. Namun kenapa di masa ini dapat dikatakan juga sebagai masa yang bobrok yang sarat akan penindasan?..

Apabila ditinjau dari aspek sosiologisnya memang benar di masa itu tidak dapat dikatakan juga bahwa Inggris sudah benar-benar makmur. Buktinya, masih banyak rakyat-rakyat Inggris kelas menengah kebawah yang miskin tanpa memiliki penghasilan yang mencukupi. Seperti diceritakan dalam novel ini bahwa anak – anak banyak yang terlibat menjadi pencopet seperti temannya Oliver yang bernama Daughcer yang dikisahkan sebagai pencopet yang cerdas Karena aksinya tidak pernah ketahuan seperti yang terjadi dalam novel ketika Daugcher mengajak Oliver untuk mencopet. Disini diceritakan bahwa Oliver lah yang ditangkap bukan Daucher yang sebenarnya melakukan hal tersebut, saking cerdasnya ia tidak tertangkap dan malah mengorbankan Oliver. Dari cerita ini pun dapat digambarkan bahwa banyaknya aksi kriminalitas yang terjadi di masa itu dikarenakan belum adanya rasa tentram yang dapat membuat rakyat kalangan bawah sejahtera.

Selain itu, di masa ini praktek prostitusi remaja semakin meraja rela. Karena tuntutan kehidupan maka para remaja di masa itu terjun dan langsung menggeluti dunia pelacuran seperti yang diceritakan oleh Dickens dalam novelnya yaitu dalam novel ini Dickens menggambarkan sosok sorang Nancy, rekan kompoltan pencuri sebagai seorang pelacur. Hal ini jelas membuktikan bahwa Dickens tidak sekedar mengarang bebas dalam membuat novelnya ini tetapi memiliki sejumlah referensi yang dapt dibuktikan apabila kita telusuri lebih dalam lagi mengenai sejarah Bangsa Inggris di masa Victoria ini. Padahal seharusnya di masa ini seluruh lapisan masyarakat Inggris dapat hidup layak Karena perubahan ekonomi Inggris yang signifikan. Di masa ini entah kenapa mereka yang tergolong kedalam kelas bawah masih harus kerja keras di dalam Bangsa yang seharusnya sudah makmur itu. Hal ini mungkin yang hendak disampaikan pleh Dickens melalui novelnya ini bahwa ternyata masih banayk orang-orang yang terjebak kemiskinan di kota besar seperti London yang menjadi sorotan utama Dickens dalam novelnya ini.

Dalam novelnya ini pun, beliau menggambarkan keadaan kota yang begitu sesak. Dalam hal ini ternyata Revolusi Industi memberikan kengerian akan barisan rumah kumuh yang berjejer dan sempit di dalam kota yang penuh itu. Akibat dari infrastruktur yang tidak memadai itupun akhirnya digambarkan pula oleh Dicken dalam novel ini mengenai pertumbuhan penyakit yang pesat. Diantara penyakit yang berkembang itu diantaranya terdapat penyakit tipes yang merajarela menjangkit sebagian besar wanita dan anak-anak. Kondisi real ini diceritakan juga oleh Dickens melalui penokohan dari teman Oliver di tempat penampungan awal. Sahabat Oliver yang berusia empat tahun itu meninggal karena terjangkit penyakit tipes. Dengan keadaan sekaratpun, tak ada perhatian sama sekali dari pemerintah dan malah diacuhkan. Hal ini pula lah yang menjadi sorotan dalam novelnya beliau bahwa pada masa itu kelas social terbagi-bagi hingga menimbulkan dampak social yang buruk.

Dalam hal ini terdapat gambaran dalam novel Dickens ini mengenai kelas social yang terjadi yang diantaranya adalah orang-orang yang kaya akan makin kaya sedangkan yang miskin akan tetap miskin. Di novel ini beliau membuat karakter tokoh yang kaya raya yang sempat membawa Oliver untuk tinggal di rumahnya. Disini Dickens memang tidak menggambarkan kekayaan namun lebih cenderung ke dalam status sosialnya yaitu ketika Oliver dipenjara mr blumbery dapat mengeluarkan Oliver tanpa ada syarat apapun. Artinya dalam hal ini kelas social pun menjadi bagian yang sangat tidak adil dimasa itu.

Tidak hanya itu saja, dimasa ini, pendidikan hanya di dapat oleh anak-anak bangsawan dan kelas menengah keatas. Sehingga tidak ada sekolah yang menampung anak-anak kalangan menengah kebawah. Dalam novel ini pun jelas sekali bahwa Dickens pun menggambarkan sosok Oliver Twist sebagai anak yang bodoh yang tidak tahu dunia sekolah Karena lebih dari sembilan tahun ia hanya jadi anak pekerja di tempat penampungan. Inilah realita miris lainnya yag digambarkan dalam novel Oliver Twist ini bahwa ketidakadilan masih dibiarkan begitu saja tanpa adaya perhatian serius dari pemerintah di masa itu.

Revolusi Industri memang membuat Inggris menjadi negara yang modern dengan segala perubahannya. Namun disini Dickens justru menyoroti banyaknya kebobrokan dibanding dengan kemakmuran yang hanya dapat dinikmati oleh kalangan menengah keatas dan hal inilah mungkin yang digambarkan pula oleh Dickens dalam novelnya yang menceritkana bahwa sebenarnya Oliver merupakan anak kaya raya yang mewarisi kekayaan ayahnya yang melimpah. Disini Oliver menjadi rebutan geng Fagin untuk mendapatkan harta warisan itu. Bila dikaji ulang ternyata kemiskinan membuat orang-orang rela melakukan apapun demi mendapatkan sesuatu yang dianggapnya berharga. Inilah mungkin yang hendak dikritik beliau dengan membuat novel ini yang menggambarkan bahwa orang-orang dimasa itu benar-benar tertekan dan frustasi akan perekonomian dan kehidupan social mereka yang jauh dari kemakmuran.

1 komentar:

  1. makasih ya...bisa buat jadi bahasan di mata kuliah Survey Of English Literature : Periode Victorian- Elizabethan, :)

    BalasHapus